PT. Rifan Financindo Berjangka, Di rumah, sepasang kakak beradik ini ditengarai sedang membangun jati diri menjadi manusia - manusia pencinta makhluk lainnya. Dari membawa kucing kecil sakit - sakitan yang ditemukan di jalan, membeli kebebasan seekor burung jualan untuk dilepaskan, hingga takut memetik bunga atau daun sembarangan.
Seperti pernah diceritakan, mereka masih percaya dosa dan pahala. Masih muda belia dan punya potensi untuk menjadi apa saja, sama dengan anak - anak lainnya. Sampai pada suatu ketika datanglah Hari Raya Idul Adha dimana sapi, kambing dan domba akan disembelih dan dikorbankan untuk menindaklanjuti secara nyata sebuah perintah agama. Si Kakak yang sudah lebih dulu 'melek' ilmu, pengetahuan dan informasi, terkadang harus berdebat atau memberikan pemahaman kepada si adik yang daya nalarnya masih sederhana. Berikut dialog mereka:
"Kak, kok kambing dan sapi di sembelih sih, kasihan kan? Mereka kan juga makhluk Tuhan."
"Ya, ini kan perintah Tuhan juga dan manusia harus patuh kepadaNya."
Harus patuh disini adalah mutlak. Karena siapa lagi yang akan dituruti jika Tuhannya saja tak dipatuhi. Harus patuh disini pun dianjurkan untuk didasari niat dan keyakinan yang benar. Bukan karena ketidaktahuan apalagi niat dan tujuan yang diselewengkan.
"Kok Tuhan memerintahkan untuk menyembelih mereka, apakah tujuannya?"
Untuk menjalankan perintahNya, sebaik - baiknya abdi dan pengikut adalah mereka yang memahami dasar alasan yang bisa dinalar dan dilogika agar hati dan nurani iklas menjalankannya. Manusia seringkali selalu bersyarat, bahkan kepada Tuhannya sekalipun.
"Dagingnya nantikan bisa dibagi - bagikan kepada orang - orang miskin yang tak setiap hari bisa makan daging."
Alasan termudah dan tujuan terdekat dari sebuah tindakan, kadang cukup untuk membuat seseorang mantap dan yakin melakukannya. Tapi ...
"Ya kan, bisa memilih hewan yang lain untuk dikorbankan. Ayam, bebek atau ikan misalnya."
Saat nurani masih tercekat oleh perasaan dan emosi, nalar memang harus berupaya mencarikan jalan keluar, meskipun harus memutar. Atau bisa pula menerobos lurus langsung ke tujuan yang disasar.
"Dik, ayam, bebek, ikan ... itu mah makanan sehari - hari. Daging kambing, daging sapi kan tak setiap hari ada di meja makan. Lagipula kalo cuma ayam, bebek dan ikan cuma Adik aja yang menghabiskan dan menikmati."
Analoginya seperti ini, Tuhan sudah memberikan segudang kenikmatan yang tak ternilai kepada setiap manusia. Siapapun itu. Jika ditimbang dengan harga seekor kambing, domba atau sapi, tentulah nikmat yang diberikanNya akan bernilai sangat jauh lebih tinggi. Manusia masihlah beruntung, Tuhan hanya meminta pengorbanan hewan ternak. Bukan rumah, separuh kekayaan, atau malah isteri atau anak, seperti yang dialami Ibrahim beribu - ribu tahun yang lalu. Walaupun itu sebenarnyapun hakNya, karena toh semua dan tak terkecuali adalah milikNya. Jika Dia berkehendak pun, sebenarnya tanpa memberitahukan terlebih dahulu, dalam sekejapan mata mengambil semua yang telah diberikanNya. Plas! Hilang musnah tak berbekas. Bisa diibaratkan Tuhan pada dasarnya sedang menguji manusia sambil bercanda.
"Aku sudah berikan kamu jiwa, kehidupan, harta benda dan keluarga bahkan seluruh isi dunia, coba sih sekarang sembelihlah 1 kambing seharga salah satu HPmu, atau 1 sapi seharga lap top canggih bergambar 'apel bolong' milikmu. Rela kah?"
Tak perlu dijawab disini. Saya bukan Dia. Pun saya juga sedang ditanya olehNya. PT. Rifan Financindo Berjangka.
Sumber : Vemale
Selasa, 13 September 2016
Mengapa Harus Sapi dan Kambing Yang Dikurbankan?
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar :
Posting Komentar