Kali ini, mari kita bahas patokan yang kedua: Buy di lembah (saat harga "di bawah"), Sell di puncak (saat harga "di atas"). Ide dasar dari pemikiran ini adalah untuk memanfaatkan "seluruh" trend yang ada.
Seorang temen trader pernah mengatakan, gak enak kalo cuma sekedar
mengikuti trend yang sedang atau sudah berjalan atau kita masuk di
tengah-tengah trend. Masuk di tengah-tengah trend, apalagi trend yang
lagi kenceng-kencengnya, ibaratnya kalo seperti naik bus, kita loncat
masuk ke bus yang sedang berjalan.
Sudah resiko jatuhnya tinggi (spread biasanya melebar), belum tentu juga setelah kita masuk ke bus itu, busnya akan terus jalan (jangan-jangan trend-nya sudah akan berakhir). Nah, gimana tuh? Bukannya lebih enak seandainya kita tahu "awal" dari sebuh trend sehingga kita bisa "menaiki" trend tersebut dari awal hingga akhir? Bisakah atau mungkinkah hal tersebut kita lakukan?
Hmm.. kalo kata para master, kita bisa melakukan hal tersebut dengan divergence trading. Divergence dapat dilihat dengan membandingkan price action dan pergerakan dari indikator. Terserah anda mau pake indikator mana: MACD, RSI, stochastic atau indikator lain sejenisnya. Dengan memperhatikan perbedaan antara pergerakan harga dan pergerakan indikator kita bisa mengidentifikasi kapan saat trend akan melambat dan/atau berbalik arah. Patokan untuk divergence trading dapat dilihat dalam gambar berikut:
Ok deh, lain kali aja kita lanjutkan bahasan tentang divergence trading ini. Sementara kita teruskan dulu perbincangan kita tentang prinsip buy di lembah dan sell di puncak tadi. Sebenernya prinsip buy di lembah dan sell di puncak bisa juga kita terapkan secara sederhana apabila market sedang dalam kondisi sideways. Cukup dengan mengindentifikasi high-low, kita bisa "nyopet pips" dengan melakukan buy saat harga di low dan sell saat harga di high. Atau, bisa dengan bantuan indikator parabolic SAR, Moving Average dan W%R seperti gambar berikut:
Buy di lembah dan sell di puncak dengan bantuan indikator seperti di atas memang cocok untuk time frame rendah dan saat kondisi market sideways, jadi… harap anda berhati-hati. Kondisi sideways biasanya diakhiri dengan breakout dimana harga melejit naik atau menukik tajam. Jangan sampai kita malahan terjebak buy di puncak, sell di lembah. Nah, sekarang kita sudah membicarakan dua patokan dasar untuk Buy/Sell, yaitu: Buy ketika trend sedang naik (dan akan terus naik), Sell saat trend turun (dan akan terus turun) dan/atau Buy di lembah (saat harga "di bawah"), Sell di puncak (saat harga "di atas").
Apapun posisi yang anda ambil, mungkin perlu saya ingatkan lagi tentang perlunya margin management yang intinya menjaga kekuatan margin agar sebisa mungkin terhindar dari MC. Selain margin management, perlu juga dijaga agar kita tidak terjebak over-self confidence. Sering saya denger temen trader yang main hantam buy saat trend sedang turun dan hantam sell saat harga sedang naik. Iya sih, mungkin dia yakin bahwa setelah naik nantinya harga pasti akan turun dan setelah turun pasti harga naik, tapi, who knows? Belum tentu di seberang gunung ada lembah dan di seberang lembah ada gunung. Bisa jadi di seberang lembah bukannya gunung, tapi malahan lautan dengan palungnya yang dalam.
Sudah resiko jatuhnya tinggi (spread biasanya melebar), belum tentu juga setelah kita masuk ke bus itu, busnya akan terus jalan (jangan-jangan trend-nya sudah akan berakhir). Nah, gimana tuh? Bukannya lebih enak seandainya kita tahu "awal" dari sebuh trend sehingga kita bisa "menaiki" trend tersebut dari awal hingga akhir? Bisakah atau mungkinkah hal tersebut kita lakukan?
Hmm.. kalo kata para master, kita bisa melakukan hal tersebut dengan divergence trading. Divergence dapat dilihat dengan membandingkan price action dan pergerakan dari indikator. Terserah anda mau pake indikator mana: MACD, RSI, stochastic atau indikator lain sejenisnya. Dengan memperhatikan perbedaan antara pergerakan harga dan pergerakan indikator kita bisa mengidentifikasi kapan saat trend akan melambat dan/atau berbalik arah. Patokan untuk divergence trading dapat dilihat dalam gambar berikut:
Ok deh, lain kali aja kita lanjutkan bahasan tentang divergence trading ini. Sementara kita teruskan dulu perbincangan kita tentang prinsip buy di lembah dan sell di puncak tadi. Sebenernya prinsip buy di lembah dan sell di puncak bisa juga kita terapkan secara sederhana apabila market sedang dalam kondisi sideways. Cukup dengan mengindentifikasi high-low, kita bisa "nyopet pips" dengan melakukan buy saat harga di low dan sell saat harga di high. Atau, bisa dengan bantuan indikator parabolic SAR, Moving Average dan W%R seperti gambar berikut:
Buy di lembah dan sell di puncak dengan bantuan indikator seperti di atas memang cocok untuk time frame rendah dan saat kondisi market sideways, jadi… harap anda berhati-hati. Kondisi sideways biasanya diakhiri dengan breakout dimana harga melejit naik atau menukik tajam. Jangan sampai kita malahan terjebak buy di puncak, sell di lembah. Nah, sekarang kita sudah membicarakan dua patokan dasar untuk Buy/Sell, yaitu: Buy ketika trend sedang naik (dan akan terus naik), Sell saat trend turun (dan akan terus turun) dan/atau Buy di lembah (saat harga "di bawah"), Sell di puncak (saat harga "di atas").
Apapun posisi yang anda ambil, mungkin perlu saya ingatkan lagi tentang perlunya margin management yang intinya menjaga kekuatan margin agar sebisa mungkin terhindar dari MC. Selain margin management, perlu juga dijaga agar kita tidak terjebak over-self confidence. Sering saya denger temen trader yang main hantam buy saat trend sedang turun dan hantam sell saat harga sedang naik. Iya sih, mungkin dia yakin bahwa setelah naik nantinya harga pasti akan turun dan setelah turun pasti harga naik, tapi, who knows? Belum tentu di seberang gunung ada lembah dan di seberang lembah ada gunung. Bisa jadi di seberang lembah bukannya gunung, tapi malahan lautan dengan palungnya yang dalam.
Sumber : Seputar Forex
0 komentar :
Posting Komentar