PT. Rifan Financindo Berjangka, Jakarta - Utang pemerintah
pusat Indonesia tercatat kembali naik Rp 42,67 triliun menjadi Rp
3.279,28 triliun di periode April 2016 dibanding realisasi bulan
sebelumnya Rp 3.236,61 triliun. Total utang pemerintah dipastikan bukan untuk membayar gaji dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu),
Schneider Siahaan mengungkapkan, utang sebesar Rp 3.279 triliun itu merupakan akumulasi utang sejak pemerintahan era Soeharto sampai pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
"Itu utang pemerintah pusat sejak pemerintahan orde baru sampai
pemerintahan sekarang," ujar Schneider melalui pesan singkatnya kepada
Liputan6.com, Jakarta, Rabu (26/5/2016).
Dia menegaskan bahwa utang pemerintah
pusat hingga ribuan triliun itu digunakan untuk kegiatan produktif,
seperti pembangunan infrastruktur, dan lainnya. "Umumnya utang ini
dipakai untuk pembangunan aset fisik dan non fisik," terangnya.
Schneider menampik bila utang itu digunakan untuk membayar gaji dan
tunjangan PNS. Menurutnya, pemerintah menganggarkan belanja pegawai yang
diambil dari penerimaan perpajakan, yakni pendapatan pajak dan bea
cukai.
"Kalau belanja rutin, seperti gaji PNS dibiayai dari penerimaan
rutin, yaitu penerimaan perpajakan, bukan dari utang," kata Schneider.
Seperti diberitakan sebelumnya, data Direktorat Jenderal Pengelolaan
Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) menunjukkan,
total utang pemerintah pusat Indonesia membengkak Rp 42,67 triliun
menjadi Rp 3.279,28 triliun dibanding realisasi bulan sebelumnya Rp
3.236,61 triliun.
Sementara di periode Januari 2016, total utang pemerintah pusat
sebesar Rp 3.220,98 triliun. Nilai utang tersebut sempat turun tipis
menjadi Rp 3.196,61 triliun pada posisi hingga akhir Februari ini.
Jika dirinci, utang pemerintah
pusat Indonesia hingga April ini Rp 3.279,28 triliun atau setara US$
248,36 miliar berasal dari pinjaman senilai Rp 749,37 triliun atau US$
56,75 miliar dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp
2.529,92 triliun atau setara US$ 191,60 miliar.
Data DJPPR menyebutkan, pinjaman senilai Rp 749,37 triliun, terdiri
dari pinjaman luar negeri Rp 745,04 triliun yang rinciannya adalah
bilateral Rp 347,30 triliun, multilateral Rp 349,08 triliun, komersial
bank Rp 48,51 triliun dan suppliers Rp 0,15 triliun. Adapun pinjaman
dalam negeri Rp 4,33 triliun..
Sumber :
Liputan 6