Dalam film-film fiksi ilmiah (sci-fi) kadangkala menggambarkan hewan
cerdas hasil eksperimen dengan mengubah komposisi gen mereka. Di dunia
nyata, perkembangan ke arah tersebut dimungkinkan.
Massachusetts Institute of Technology melakukan eksperiman dengan menggabungkan gen manusia - FOXP2 - dan menyusun ulang pada susunan gen tikus, menghasilkan tikus yang belajar cara menemukan makanan lebih cepat dibanding tikus normal.
Eksperiman semacam ini juga pernah dilakukan tahun 2009. Ditemukan, FOXP2 dari manusia mengembangkan neuron yang lebih kompleks, sekaligus membentuk sirkuit otak yang lebih efisien.
"Tidak ada yang tahu bagaimana otak membuat transisi tersebut, dari berpikir secara sadar untuk melakukannya secara tidak sadar," kata Ann Graybiel, penulis laporan di Massachusetts Institute of Technology, seperti dilansir ABC Science.
Dari temuan itu, Graybiel dan tim melakukan eksperimen ulang menggunakan ratusan tikus yang terbagi dalam dua kelompok. Grup pertama hasil rekayasa genetika, dan grup kedua tikus normal.
Semua tikus tersebut ditempatkan pada labirin yang kompleks. Tujuan akhir menemukan makanan, yakni sepotong cokelat. Pada beberapa bagian tikungan di labirin, ditempatkan beberapa tanda seperti "T" untuk persimpangan, "belok ke arah kursi". Jadi setiap tikus punya pilihan, memperhatikan tanda atau merasakan tekstur lantai labirin - halus atau kasar.
Hasilnya, tikus yang sudah mendapat rekayasa gen manusia bisa menemukan cokelat dalam 7 hari. Sementara tikus normal menghabiskan waktu hingga 11 hari.
Anenya, ketika tanda-tanda pada labirin dihapus sehingga tetikus itu hanya bisa menebak dari tekstur lantai, tikus hasil rekayasa dan tikus normal menemukan cokelat pada waktu bersamaan.
Berdasar eksperimen itu, Graybiel menyusun hipotesa, bahwa gen manusia tidak meningkatkan kemampuan kognitif yang fleksibel. Namun gen manusia membuat otak tikus berpikir secara sekuen, yang disebut pembelajaran deklaratif. Contohnya seperti kita, manusia belajar mengingat secara sadar tanda-tanda lalu lintas secara otomatis bila berulang melewati jalan yang sama.
Penelitian yang tertuang dalam jurnal "Proceedings of the National Academy of Sciences" ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan bayi yang belajar bahasa secara otomatis, dengan menirukan secara sadar kata-kata yang mereka dengar.
Sumber: Apa Kabar Dunia
harnas.co/
Massachusetts Institute of Technology melakukan eksperiman dengan menggabungkan gen manusia - FOXP2 - dan menyusun ulang pada susunan gen tikus, menghasilkan tikus yang belajar cara menemukan makanan lebih cepat dibanding tikus normal.
Eksperiman semacam ini juga pernah dilakukan tahun 2009. Ditemukan, FOXP2 dari manusia mengembangkan neuron yang lebih kompleks, sekaligus membentuk sirkuit otak yang lebih efisien.
"Tidak ada yang tahu bagaimana otak membuat transisi tersebut, dari berpikir secara sadar untuk melakukannya secara tidak sadar," kata Ann Graybiel, penulis laporan di Massachusetts Institute of Technology, seperti dilansir ABC Science.
Dari temuan itu, Graybiel dan tim melakukan eksperimen ulang menggunakan ratusan tikus yang terbagi dalam dua kelompok. Grup pertama hasil rekayasa genetika, dan grup kedua tikus normal.
Semua tikus tersebut ditempatkan pada labirin yang kompleks. Tujuan akhir menemukan makanan, yakni sepotong cokelat. Pada beberapa bagian tikungan di labirin, ditempatkan beberapa tanda seperti "T" untuk persimpangan, "belok ke arah kursi". Jadi setiap tikus punya pilihan, memperhatikan tanda atau merasakan tekstur lantai labirin - halus atau kasar.
Hasilnya, tikus yang sudah mendapat rekayasa gen manusia bisa menemukan cokelat dalam 7 hari. Sementara tikus normal menghabiskan waktu hingga 11 hari.
Anenya, ketika tanda-tanda pada labirin dihapus sehingga tetikus itu hanya bisa menebak dari tekstur lantai, tikus hasil rekayasa dan tikus normal menemukan cokelat pada waktu bersamaan.
Berdasar eksperimen itu, Graybiel menyusun hipotesa, bahwa gen manusia tidak meningkatkan kemampuan kognitif yang fleksibel. Namun gen manusia membuat otak tikus berpikir secara sekuen, yang disebut pembelajaran deklaratif. Contohnya seperti kita, manusia belajar mengingat secara sadar tanda-tanda lalu lintas secara otomatis bila berulang melewati jalan yang sama.
Penelitian yang tertuang dalam jurnal "Proceedings of the National Academy of Sciences" ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan bayi yang belajar bahasa secara otomatis, dengan menirukan secara sadar kata-kata yang mereka dengar.
Sumber: Apa Kabar Dunia
harnas.co/