PT Rifan Financindo - Banyak hal mempengaruhi kesuksesan seorang investor di pasar saham,
tetapi seringkali, kegagalan dipicu oleh kesalahan sang investor
sendiri. Sebagaimana Benjamin Graham, ekonom sekaligus investor
profesional terkenal asal Amerika Serikat, pernah berkata, "Seringkali,
saham biasa menjadi subjek fluktuasi harga yang tidak rasional dan
berlebihan (baik naik ataupun turun) sebagai konsekuensi dari tendensi
orang untuk berspekulasi atau berjudi yang sudah berurat
berakar...memberi jalan bagi harapan, ketakutan, dan kerakusan."
Berikut
ini tujuh kesalahan besar investor saham yang bisa menimbulkan
kesalahan-kesalah kecil, dan jika terakumulasi maka akan menjadi
penghambat kesuksesan di pasar saham.
1. Mengabaikan Fundamental
Saat tergesa-gesa dikejar hasrat untuk menghasilkan profit cepat di
pasar, investor saham cenderung mengabaikan fundamental perusahaan
dimana mereka berencana menanamkan dana. Beberapa investor membeli saham
tanpa meluangkan waktu untuk mengumpulkan informasi dasar mengenai
perusahaan, utamanya tentang produk atau jasa yang dijual oleh
perusahaan tersebut, dan juga prospek masa depan perusahaan itu.
"Investor
ritel terhanyut oleh pidato Manajemen (Perusahaan) yang kelewat
optimistis, rencana ekspansi tentatif, dan selalu bias ke arah permainan
jangka pendek, tidak pernah mau melewatkan kenaikan harga terkini,"
kata Hemindra Hazari, kepala riset di Karvy Stock Broking, India.
Padahal selayaknya investor saham melirik perusahaan yang secara konsisten telah menyajikan pertumbuhan pendapatan dan tata kelola perusahaan yang baik. Jangan pernah berinvestasi di suatu perusahaan tanpa memahami dinamika bisnisnya.
2. Murah, Tapi Mahal
Investor sukses akan mencari saham "murah", yakni saham-saham yang
tersedia dengan harga dibawah nilainya yang sesungguhnya dan memiliki
potensi pertumbuhan tinggi. Namun newbie di pasar saham sering salah
memahami strategi emas ini sebagai "membeli saham berharga rendah untuk
mendapatkan keuntungkan besar."
Padahal, "saham murah" yang
dimaksud di awal itu sama sekali bukan "saham berharga rendah". Bisa
jadi harganya rendah adalah karena likuiditasnya rendah, atau
perusahaannya bukan perusahaan yang potensial. Asumsikan Anda bisa
membeli telur baru seharga 20,000 Rupiah sekilo, sedangkan telur hampir
busuk tersedia seharga 10,000 Rupiah sekilo, sedangkan Anda hanya punya
uang 10,000 Rupiah di kantong. Dalam kondisi itu, apakah Anda akan
membeli sekilo telur nyaris busuk, atau setengah kilo telur baru yang
masih segar?
Karena keterbatasan modal, newbie seringkali membeli
banyak saham recehan, padahal itu bisa jadi sama sekali tidak
menguntungkan. Apabila Anda terjebak dalam mindset ini, ingatlah bahwa
return investasi Anda tidak bergantung pada berapa banyak jumlah lembar
saham yang Anda pegang, melainkan dari masa depan perusahaan yang
sahamnya ada di tangan Anda. Anda akan memiliki peluang lebih besar
untuk mendapatkan keuntungan apabila Anda membeli sedikit saham unggul
ketimbang membeli ribuan saham recehan.
3. Rabun Jauh
Investor saham pemula juga seringkali hanya
mampu melihat gain dalam jangka pendek. Padahal jika Anda ingin
menghasilkan profit dengan cepat, maka Anda harus memiliki kemampuan
untuk secara tepat memprediksi pasar. Harga berfluktuasi dengan sangat
liar dalam jangka pendek, sehingga profit atau loss akan ditentukan pada
kemampuan investor saham untuk melakukan transaksi pada saat yang
tepat. Dengan demikian, maka sangat sulit untuk mencapai profit dalam
waktu singkat.
Di sisi lain, pasar saham hampir selalu
menghasilkan return prositif dalam jangka panjang, yaitu di kisaran tiga
tahun atau lebih.
4. Mengacuhkan Portofolio
Anda pasti pernah mendengar cerita tentang
investor yang membeli suatu perusahaan, lalu lupa tentang itu, dan baru
sepuluh tahun kemudian menemukan bahwa ternyata perusahaan itu sudah
besar dan sahamnya profit. Ini bukan suatu cara berinvestasi yang bagus.
Jika Anda tergolong investor saham yang berpandangan investasi
jangka panjang adalah "membeli saham berharga murah lalu melupakannya",
maka ketahui bahwa Anda mengambil risiko tinggi. Kondisi ekonomi dan
pasar sangat dinamis. Disamping perubahan-perubahan makroekonomi, lokal
dan global, strategi dan manajemen perusahaan juga bisa berubah.
Oleh karena itu, seorang investor saham harus me-review portofolio-nya secara reguler.
Jika outlook sebuah perusahaan semakin baik, atau setidaknya stabil,
maka Anda bisa mempertimbangkan untuk membeli saham perusahaan itu lagi
atau tetap mempertahankannya. Lalu ketika asumsi potensi yang dijadikan
dasar untuk memiliki saham itu sudah tidak lagi berlaku, maka Anda bisa
menjualnya.
5. Enggan Menanggung Rugi
Banyak investor saham dengan semangat
mencairkan profit kecil-kecilan, tetapi mereka seringkali enggan untuk
menanggung rugi dengan cut loss pada saham-saham yang sedang
"tenggelam". Bahkan saat harga tenggelam, mereka terus memegang saham
yang sedang jatuh itu tanpa mempedulikan fundamentalnya dengan harapan
bahwa harganya akan kembali naik.
Bahkan lebih dari itu,
beberapa investor justru membeli lebih banyak lagi dengan tujuan untuk
mengurangi biaya rata-rata portofolio saham mereka. Padahal, membeli
saat harga jatuh itu hanya direkomendasikan saat penurunan bersifat
temporer dan prospek pertumbuhan masih positif. Dengan demikian, saat
harga suatu saham turun, seharusnya Anda menyelidiki "mengapa harga
turun" lebih dulu sebelum bertindak.
6. Masuk Pasar Saat Harga Di Puncak, Keluar Pasar Saat Harga Di Dasar Pasar
Pasar selalu bereaksi berlebihan terhadap
berita, baik itu naik ataupun jatuh. Idealnya, harga saham harus
proporsional dengan total kapital dan prospek pendapatan sebuah
perusahaan. Meski begitu, kepanikan pasar melahirkan harga saham yang
overpriced atau underpriced.
Dalam kondisi pasar bullish,
investor sering berinvestasi dalam saham-saham yang overpriced hanya
karena semua orang lain juga melakukan aksi beli. Mereka menjadi kelewat
optimistis dan mengharapkan harga terus menanjak. Sebaliknya, di pasar
bearish, investor berubah pesimistis dan berusaha menjual saham justru
di saat-saat mereka seharusnya berusaha membeli.
Singkatnya,
pasar sering membuat keputusan jelek dalam jangka pendek, tetapi
bertindak dengan lebih rasional dalam jangka panjang. Investor saham
yang sukses selalu mendasarkan investasinya pada nilai intrinsik saham
dan mengejar saham-saham yang murah dengan basis itu. Mereka akan
membeli saham perusahaan dengan fundamental kuat saat harganya di pasar turun, lalu baru menjualnya saat harga lebih tinggi.
7. Menganut Tip Tidak Jelas
Berkat kecanggihan teknologi, mengirim SMS
ataupun email bisa dilakukan dengan sangat mudah. Anda pun bisa jadi
suatu waktu mendapatkan tip via sms atau email tentang "kesempatan emas"
untuk meraih profit luar biasa. Tetapi ketahuilah bahwa Anda bisa jadi
akan kehilangan banyak uang jika menganut tip-tip tidak jelas semacam
itu. Bahkan tip yang diketahui sumbernya pun bisa jadi salah. Ingat
bahwa ada istilah "menggoreng saham", dimana bila investor saham hanyut dalam skema semacam itu maka bisa dipastikan akan menanggung kerugian. Ketahui juga bahwa nama besar saja tidak menjamin masa depan suatu perusahaan.
Investor
saham sebaiknya tidak menerima tip maupun saran siapapun tanpa
menelitinya terlebih dahulu. Bahkan walaupun sahabat karib
mengatakan,"Harganya bakal naik dua kali lipat dalam enam bulan", atau
analis di TV dan koran memberitakan hal yang sama, Anda tetap tidak
boleh menganut begitu saja. Selalu analisa sendiri dengan hati-hati
sebelum memesan suatu saham. PT Rifan Financindo.
Sumber : Seputar Forex