PT. Rifan Financindo Berjangka, Beberapa waktu yang lalu dan juga kemarin, Pounsterling Inggris terjun bebas ke 1.20 sebelum akhirnya naik lagi ke 1.24, tetapi kondisi masih tidak stabil. Team dari Goldman Sachs menganalisa potensi penurunan dari poundsterling ini sebagaimana yang disampaikan oleh eFXnews.
Bank of England tidak membuat pelonggaran moneter di bulan Juli, memilih sampai pertemuan pada bulan Agustus. Penundaan ini walaupun sejalan dengan perkiraan dari para ekonom Inggris, namun mengecewakan pasar, dan akhirnya pecah pada titik yang jelas yang merupakan momentum kejatuhan dari GBP.
Selain itu, setelah hasil pemungutan suara Brexit terjadi kekosongan politik di Inggris, dengan kemungkinan Article 50 tidak akan pernah dimulai. Sebagai akibatnya pasar mulai melakukan perdagangan dengan arus data jangka pendek, yang kelihatannya lebih baik daripada yang diperkirakan, yang pada gilirannya membuat posisi jual yang spekulatif di Sterling menjadi terjepit.
Namun, ketika Perdana Menteri May mengumumkan bahwa Article 50 akan dimulai pada bulan Maret tahun depan, ini mengubah semuanya dan membuat pasar kembali memfokuskan diri terhadap kemungkinan kejatuhan daripada Poundsterling.
Dengan keadaan sudah berubah jauh dari satu bulan lebih yang lalu, diskusi sekarang telah berpindah dari sebelumnya fokus pada memposisikan diri dan bergantung pada arus data jangka pendek, ke seberapa banyak potensi kejatuhan daripada Sterling jangka panjang.
Goldman Sachs memperkirakan Sterling akan jatuh 5 persen lagi dalam waktu sampai tiga bulan mendatang yang akan kembali membuat GBP/USD menembus 1.20, dengan pertimbangan “sudden stop” yang biasa terjadi di “emerging markets” tidak berlaku di negara United Kingdom yang sudah stabil perundang-undangan dan institusinya.
Proses Brexit melibatkan ketidakpastian yang sangat besar, yang bisa jadi jauh lebih rumit dan membuat kacau daripada yang dapat diperkirakan. PT. Rifan Financindo Berjangka
Sumber : Vibiznews