PT. Rifan Financindo Berjangka, Peristiwa 10 Nopember 1945
di Kota Surabaya merupakan peristiwa besar dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia
di dalam mempertahankan kemerdekaannya. Arek-arek Suroboyo yang terdiri
dari berbagai suku, lapisan dan kedudukan secara gagah berani
dan dengan semangat kepahlawanannya menentang setiap keinginan
dari kaum penjajah yang akan kembali merampas
kemerdekaan Bangsa dan Negara Indonesia. Dengan semboyan
"Merdeka atau Mati", dengan gagah berani, arek-arek Suroboyo
dengan senjata apa adanya menghadapi kekuatan penjajah yang menggunakan senjata
modern. Dengan semangat rela berkorban demi nusa dan bangsa, jiwa dan raga mereka
dipertaruhkan untuk tegaknya kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada
tanggal 17 Agustus 1945 sampai titik darah penghabisan.
Mengingat betapa tinggi nilai peristiwa
bersejarah ini, tentunya sebagai wahana untuk mengenang kembali betapa besar jasa para
pahlawan kita yang telah rela mengorbankan jiwa dan raganya, selain memperingatinya
setiap tanggal 10 Nopember, juga dibangunnya Monumen Perjuangan TUGU PAHLAWAN, tidaklah
berlebihan kalau tempat-tempat bersejarah dalam rangkaian peristiwa 10
Nopember tersebut dijadikan suatu paket wisata sejarah "NAPAK TILAS
PERTEMPURAN AREK-AREK SUROBOYO". Sekitar Jembatan Merah (Gedung
Internatio), sekitar Tugu Pahlawan (Markas Kentepai Jepang / Gedung Raad Van Justitie) dan
Hotel Mandarin Majapahit ( Hotel Orange / Hoteru Yamato ) sangat baik
untuk dikunjungi di samping ± 50 titik tempat bersejarah lainnya.
PERISTIWA
TEWASNYA BRIG. JEND. MALLABY DI DEKAT JEMBATAN MERAH
Pada tanggal 30 Oktober 1945 diadakan pertemuan antara Presiden
Sukarno, Wapres Moh. Hatta, Menpen Amir Syarifuddin, Gubernur Soerjo, residen Soedirman
dengan Mayjen D.C. Hawthorn, pimpinan tentara Sekutu di Jakarta. Sebagai salah
satu hasil pertemuan itu dibentuk suatu Kontak
Komisi, yang diharapkan dapat memudahkan hubungan kedua belah pihak.Disetujui pula
agar tembak-menembak oleh kedua belah pihak dihentikan. Namun dalam kenyataannya,
tembak-menembak berlangsung terus. Akhirnya diputuskan para anggota
kontak Komisi turun ke lapangan. antara lain yang dikunjungi daerah Jembatan Merah. Disitu
terletak gedung Internatio, yang merupakan markas Pasukan Komandan Brigade
ke-49 Inggris, yang bertugas di Surabaya. Di seberangnya, para pejuang Arek-arek Suroboyo
berada di sekitar Jembatan Merah.
Tembak-menembak sering terjadi antara kedua
tempat itu. Pada tanggal 30 Oktober 1945, dengan berkendaraan beberapa mobil
para anggota Kontak Komisi berusaha menuju gedung Internatio, yang dituntut oleh arek
Suroboyo agar dikosongkan oleh tentara Sekutu yang menurut persetujuan harus
ditarik mundur ke Tanjung Perak. Di antara para anggota Komisi itu terdapat Residen
Soedirman, Doel Arnowo, T.D. Kundan, Brigjen Mallaby. Hari sudah mulai
gelap ketika rombongan itu melalui tempat perhentian trem listrik, yang
terletak beberapa belas meter sebelah utara Jembatan Merah ke arah gedung Internatio.
Di situlah mobil yang ditumpangi
Brigjen Mallaby terdengar mengalami ledakan sekitar jam 20.30. Ia kemudian ditemukan
tewas. Tewasnya Brigjen Mallaby itulah yang menjadi salah satu alasan bagi
penggantinya sebagai panglima tentara Sekutu di Jawa Timur,
Mayjen E.C. Mansergh, untuk mengeluarkan ultimatum
pada tanggal 9 November 1945 agar pihak Indonesia di
Surabaya meletakkan senjata selambat-lambatnya jam 06.00 tanggal 10 November 1945.
Ultimatum itu ditolak oleh pihak
Indonesia dan pada pukul 06.00 pagi tanggal 10 November 1945 tentara
Inggris mulai menggempur kota Surabaya dari kapal perang, psawat udara, serta pasukannya
yang bergerak dari Tanjung Perak menuju tengah kota. Para pejuang
Indonesia mengambil siasat mengundurkan diri dari dalam kota Surabaya dan
meneruskan perjuangan dari luar kota.
PERISTIWA
PELUCUTAN SENJATA DI GEDUNG KENPETAI/GEDUNG RAAD VAN JUSTITIE
Pada tanggal 2 Oktober 1945, semangat Arek-arek Suroboyo yang gagah
berani kembali berkobar-kobar menyerbu Gedung Kenpetai. Setelah Peristiwa Insiden Bendera
tanggal 19 September 1945 di Hotel Yamato Gedung Kenpetai merupakan lambang kekejaman dan
dikriminasi Hukum Kolonial Belanda serta, Pemerintahan Pendudukan Tentara Jepang.
Hal ini dikarenakan tempat tersebut dijadikan
sebagai tempat penyiksaan para pejuang Arek-arek suroboyo. Serbuan Pejuang dan Arek-arek
Suroboyo walaupun menemui tantangan yang sangat berat tetapi berkat kegigihan dan semangat
juang Arek-arek Suroboyo yang pantang menyerah terus mengepung Gedung Kenpetai sampai
pukul 16.00 pertempuran baru berhenti setelah para pejuang melihat Bendera Jepang Hinomaru
diturunkan sendiri oleh TAKAHARA, komandan Kenpetai.
Jumlah senjata yang diperoleh dari peristiwa
perlucutan senjata di Surabaya ± 22.877 belum termasuk alat dari Angkatan Laut dan
Angkatan Udara. Dalam penyerbuan markas Kenpetai tersebut, banyak korban yang jatuh baik
dari pihak pejuang Indonesia maupun Jepang, tercatat 25 orang pejuang Indonesia ewas, 15
orang tentara Jepang tewas, sedangkan korban luka-luka berat diantaranya 60 orang
Indonesia, 14 tentara Jepang, 2 orang Cina, dan 5 orang Belanda.
Dengan jatuhnya Gedung Kenpetai pada tanggal
2 Oktober 1945 oleh para pejuang / Arek-arek Suroboo merupakan kemenangan besar bagi
Bangsa Indonesia yang telah berhasil menumbangkan lambang kekejaman pemerintah Bala
Tentara Pendudukan Jepang di Surabaya / Jawa Timur.
Peristiwa Insiden Bendera di Hotel Orange / Hoteru Yamato.
Gedung Grahadi.
Balai Kota.
Gedung Balai Pemuda.
Gedung Nasional Indonesia.
Gedung PTP XXII.
Gedung Don Bosco.
Gedung Pertamina.
Gedung Bank Dagang Negara.
Gedung Siola.
Gedung Santa Maria.
Rumah Sakit Darmo.
Sekolah Santa Louis.
dll.