NEW YORK — Para analis masih bertahan dengan prediksi Federal Reserve Amerika Serikat akan memulai pengurangan stimulus (tapering)
Maret 2014, bahkan setelah dirilisnya laporan positif tentang
pertumbuhan angka bekerja AS bulan lalu yang berhasil melampaui
ekspetasi.
Berdasarkan nilai tengah dari survei Bloomberg
terhadap 32 ekonom akhir pekan lalu, the Fed diprediksi mengurangi fase
pembelian obligasinya menjadi US$70 miliar pada pertemuan 18-19 Maret.
Saat ini, pembelian aset bank sentral AS itu adalah US$85 miliar per
bulan.
Akhir Oktober, Federal Open Market
Committee (FOMC) kembali memutuskan untuk memperpanjang program stimulus
dengan alasan bank sentral butuh lebih banyak bukti untuk memastikan
progres pemulihan ekonomi AS.
Stephen
Stanley, Kepala Ekonom Pierpont Securities LLC di Stamford, Connecticut,
berpendapat laporan angka bekerja saja tidak akan cukup meyakinkan FOMC
untuk mulai mengurangi program quantitative easing (QE).
“Kekuatan laporan catatan pembayaran gaji (payroll)
setidaknya memantik spekulasi akan dimulai Desember. Namun, pada
akhirnya masih belum punya cukup bukti untuk menarik pelatuk,”
jelasnya.
Sebagian alasan mengapa the Fed
terus menunda-nunda pengurangan stimulusnya, lanjut Stanley, adalah
mereka terus-menerus dikecewakan oleh prospek ekonomi AS.
Departemen
Tenaga Kerja AS Jumat lalu memaparkan pertumbuhan angka bekerja Oktober
sejumlah 204.000 jiwa, jauh melebihi estimasi para ekonom sejumlah
120.000. Jumlah pertumbuhan angka bekerja dua bulan sebelumnya juga
direvisi dengan pertambahan sejumlah 60.000.
Sementara
itu, angka pengangguran justru naik menjadi 7,3% dari 7,2% atau rekor
terendah dalam 5 tahun terakhir. Produk domestik bruto (PDB) kuartal
III/2013 naik menjadi 2,8% dari 2,5% kuartal sebelumnya.
Bagaimanapun, Chairman the
Fed Ben Bernanke masih juga ragu-ragu untuk menarik kesimpulan dari
data-data ekonomi AS. “Masih ada banyak kekendoran pada pasar tenaga
kerja dan data ekonomi belum cukup baik untuk dijadikan pertimbangan
akurat,” ujarnya.
BANK GAGAL
Sementara
itu, pada konferensi IMF di Washington akhir pekan lalu, Bernanke juga
menyinggung rencana bank sentral untuk menutup bank gagal agar para
investor dapat mendisiplinkan perusahaan-perusahaan yang lemah dan
mencegah agar mereka tidak mengambil risiko tanpa konsekuensi.
“Ketika kami ingin membuat sistem keuangan lebih aman, kami harus melawan masalah moral hazard. Disiplin pasar hanya akan membatasi moral hazard pada level di mana para pemilik utang dan ekuitas percaya mereka harus menanggung biaya ketika terjadi guncangan,” jelasnya.
Bernanke
mengatakan para pembuat kebijakan telah merancang instrumen yang
disebut otoritas likuidasi untuk menutup ‘institusi finansial yang
penting secara sistematis’ (systematically important financial institution/SIFI) tanpa kekacauan, sebagaimana pernah terjadi pada kasus Lehman Brothers Inc dan bailout AIG 5 tahun lalu.
“Pada
masa krisis, tidak adanya proses resolusi yang memadai untuk mengatasi
kegagalan sebuah SIFI akan mendorong pembuat kebijakan mengambil pilihan
terburuk yaitu bailout atau membiarkan sebuah kebangkrutan yang berujung pada destabilisasi,” kata Bernanke.
Menurutnya,
sebuah mekanisme resolusi untuk SIFI akan sangat penting untuk
mengurangi ketidakpastian, memperkuat disiplin pasar, dan meredakan moral hazard.