PT. Rifan Financindo Berjangka, Tokyo - Saham-saham di kawasan Asia Pasifik (bursa Asia) menguat dengan indeks regional mendekati level tertinggi dalam delapan bulan terakhir. Penguatan bursa Asia dipicu oleh pelemahan mata uang yen sehingga saham-saham di bursa Tokyo, Jepang, menguat sebelum Bank Sentral jepang mengeluarkan ulasan kebijakan moenter.
Mengutip Bloomberg, Rabu (8/4/2015), Indeks MSCI Asia Pasifik menguat 0,2 persen pada pukul 09.22 waktu Tokyo, Jepang. Indeks Topix Jepang naik 0,5 persen.
Penguatan indeks Topix disebabkan oleh pelemahan nilai tukar yen terhadap dolar Amerika Serikat. Pendorong pelemahan yen adalah sentimen pasar mengenai rencana kebijakan moneter yang akan diumumkan oleh Bank Sentral Jepang.
Berdasarkan perkiraan dari beberapa analis, Bank Sentral Jepang akan mempertahankan stimulusnya. "Kebijakan Bank Sentral Jepang layak untuk ditunggu. Mungkin akan ada pelonggaran-pelonggaran kebijakan lagi yang bakal diumumkan oleh Gubernur Bank Sentral Jepang Kuroda," jelas Analis Bank of New Zealand Ltd, Wellington, Australia.
Kebijakan yang mungkin akan ditembuh oleh Bank Sentral Jepang ini bertolak belakang dengan kebijakan yang akan dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed). Dalam beberapa bulan ke depan, The Fed berencana untuk mengetatkan kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan.
Langkah tersebut dilakukan oleh The Fed karena perekonomian negara tersebut dipandang sudah cukup tumbuh sehingga dipandang perlu adanya kontrol-kontrol yang dilakukan. Namun memang, sampai saat ini The Fed belum memastikan kapan kenaikan suku bunga tersebut akan dilakukan.
Masih ada beberapa indikator ekonomi yang belum benar-benar sesuai dengan target The Fed. Misalnya angka pertambahan jumlah pekerjaan dan angka pengangguran. Selain itu, angka inflasi juga menjadi konsentrasi dari The Fed.
Bank Sentral Jepang akan mengeluarkan kebijakan di Tokyo, Jepang. Sebagian besar analis memperkirakan mereka akan memperluas stimulus pada akhir Oktober nanti. Dari 34 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg, 22 diantaranya menyatakan bahwa kebijakan akan lebih longgar sedangkan sisanya kebijakan akan tetap sama. Sebaliknya, The Fed telah mengakiri program simulus berupa pembelian obligasi. (Gdn)
Sumber :
Liputan 6