BERWISATA di pulau, apa yang Anda ingat selain
pantai dan birunya laut? Jangan lupakan soal bajak laut, perompak yang
di masa lampau menghuni laut-laut terindah di muka bumi, mencari harta
dari kapal-kapal besar.
Bajak laut tak hanya ada di film saja,
lho! Film-film bajak laut seperti "Pirates of The Caribbean" yang
dibintangi Johnny Depp itu dibuat dari kisah nyata. Film ini
menampilkannya sebagai bajak laut Jack Sparrow, dilatarbelakangi
pulau-pulau Karibia yang indah. Film ini memang fiksi, namun
tempat-tempat bajak laut di dalam film tersebut benar adanya.
Simak ulasannya berikut ini, seperti dikutip AOL:
Tortuga, Haiti
Tortuga
adalah sebuah pulau milik Haiti di Laut Karibia. Pulau ini merupakan
markas terbesar bagi para bajak laut Karibia pada abad ke-17. Bajak laut
ini berkumpul membentuk sebuah ikatan yang dinamakan "Persaudaraan
Samudra" dan menciptakan peraturan-peraturan bajak laut. Jean Le
Vasseur, gubernur pulau ini ketika itu bermaksud membuat Tortuga menjadi
Ibu Kota bajak laut di Karibia.
Tortuga awalnya dihuni orang
Spanyol. Pendatang asal Perancis dan Britania Raya tiba pada 1625. Empat
tahun kemudian, di bawah pimpinan Don Fabrique de Toledo, Spanyol
mengusir kaum pendatang itu. Pada 1630, sebagian besar tentara Spanyol
ditempatkan di pulau Hispaniola guna mengusir orang Perancis di sana.
Situasi ini dimanfaatkan oleh Perancis yang kembali merebut Tortuga.
Sejak
tahun itu, pulau Tortuga terbagi antara Britania dan Perancis. Keduanya
mengizinkan penggunaan pulau itu untuk basis aktivitas bajak laut. Para
budak dari Afrika pernah dibawa ke Tortuga untuk bekerja di perkebunan
pada 1633 hingga 1635. Belanda juga pernah berbagi kekuasaan pulau ini.
Perjanjian
Ratisbon yang ditandatangani beberapa bangsa Eropa pada 1684 praktis
meniadakan aktivitas pembajakan laut di Tortuga. Kini mengunjungi
Tortuga juga hanya dapat dilakukan dengan cara bajak laut, yaitu
menggunaka perahu. Namun karena minim infrastruktur, keindahan Tortuga
menjadi sia-sia.
New Providence, Bahama
Karena
dilewati banyak jalur kapal, Bahama menjadi tempat populer para bajak
laut ketika sedang tidak berada di tengah lautan. Pada akhir 1600an dan
awal 1700an, Pulau New Providence dihuni para bajak laut terkenal
seperti Blackbeard, Henry Morgan, Calico Jack Rackham, Anne Bonny dan
Mary Read.
Kondisi geografi Bahama yang sempurna membuatnya
menjadi lahan berburu yang tepat bagi para bajak laut ini. Pertama,
banyak sumber daya alam untuk menghidupi awak kapal dan kedua, karena
banyak pulau dan juga perairannya yang dangkal membuatnya mudah untuk
mengintai kapal-kapal yang akan disergap.
New Port, Rhode Island
Tidak
biasanya para bajak laut 'bermain' di pesisir New England, namun
kenyataannya Newport menjadi tempat kediaman bajak laut sejak akhir abad
ke-17 hingga awal abad ke-18, seperti misalnya William Kidd, Henry
Every, dan Thomas Tew. Bahkan disini bajak laut sangat disambut karena
mengembangkan perekonomian lokal.
Namun kemudian, pada awal tahun
1700an, kolonial datang dan membasmi semua bajak laut yang ada disini.
Untuk mengikuti jejak bajak laut, wisatawan dapat mengikuti tur bajak
laut sambil mendengarkan sejarahnya dari berabad lalu.
Bath Town, North Carolina
Kota
di pesisir North Carolina ini dulunya adalah tempat berkumpulnya para
bajak laut, terutama di pelabuhan-pelabuhannya yaitu pelabuhan Ocracoke,
beaufort, dan Bath. Wisatawan dapat mengunjungi Plum Point, dimana
terdapat reruntuhan rumah yang dipercaya pernah didiami oleh bajak laut
terkenal, Blackbeard, dan juga melihat artifak asli dari bangkai kapal
mereka di Museum Maritim North Carolina di pelabuhan Beaufort.
Port Royal, Jamaika
Port
Royal adalah sebuah kota yang pernah menjadi pusat perkapalan dan
perdagangan di Jamaika pada abad ke-17. Pada saat itu, kota ini menjadi
kota paling kaya sekaligus paling terkutuk di seluruh dunia. Disebut
terkutuk karena moral penduduk di kota ini sudah sebegitu hancur dan
menjadi sarang bajak laut yang ingin menyimpan dan menghabiskan harta
mereka.
Pada abad ini pula, Kerajaan Inggris Raya secara aktif
mendorong bahkan membayar para buccaneer yang tinggal di Port Royal
untuk menyerang kapal Spanyol dan Perancis yang sedang berlayar. Namun,
sebuah gempa bumi berkekuatan besar menghancurkan kota ini pada 7 Juni
1692, menyebabkan 2/3 bagian dari kota tenggelam ke Laut Karibia
hingga 25 kaki (sekitar 8 meter) di bawah permukaan laut.
Setelah
peristiwa tersebut, para arkeologis yang menyebut kota ini sebagai
kota "yang tenggelam" (City that sank). Berbagai artifak dan harta yang
terkandung di dalamnya, menjadikan kota ini sebagai salah satu situs
arkeologi bawah laut paling penting di dunia barat (Western
hemisphere).
Browser anda tidak mendukung iFrame.