Amerika diprediksi akan menjadi produsen
minyak terbesar dunia dan akan menghadapi swasembada energi dalam dua
dekade. Badan Energi Internasional (IEA) yang berpusat di Paris
mengatakan bahwa pada 2015, Amerika Serikat akan menyalip Arab Saudi dan
Rusia sebagai produsen minyak terbesar.
Dalam laporan tahunan Perkiraan Energi Dunia, IEA menyatakan bahwa AS
bergerak stabil dalam memenuhi semua kebutuhan energi dari
sumber-sumber daya domestik pada 2035. Swasembada energi telah lama
menjadi tujuan para pemimpin Amerika.Namun IEA yang merupakan lembaga penasihat 28 negara konsumen energi tersebut juga menyatakan posisi AS sebagai produsen minyak teratas dunia akan berakhir pada pertengahan 2020 karena sumber dayanya menipis di lapangan-lapangan yang saat ini sedang digarap di negara-negara bagian tengah seperti North Dakota dan Texas. IEA mengatakan negara-negara Timur Tengah akan menyediakan sebagian besar peningkatan dalam pasokan minyak global.
Untuk 10 tahun mendatang, keberhasilan AS dan Kanada dengan penggalian minyak mentah dan produksi di perairan dalam (deepwater) di Brazil akan mengurangi peran Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang didominasi oleh Timur Tengah sebagai produsen minyak paling terkemuka di dunia.
Dalam laporan tahunan IEA tersebut permintaan energi akan meningkat akibat dorongan dari negara-negara ekonomi baru, dan bahwa China akan menyalip Amerika Serikat sebagai konsumen minyak terbesar dunia pada sekitar 2030. Selain China, India dan Timur Tengah juga akan mendorong permintaan energi global sebanyak sepertiga lebih tinggi.
Namun kendala yang sedang dihadapi untuk keamanan energi di seluruh dunia yaitu masalah harga yang tinggi, dengan harga minyak rata-rata lebih dari US$110 per barrel sejak 2011. Kenaikan harga minyak yang tinggi yang terus berkelanjutan ini belum pernah terjadi sebelumnya. Dan ini bisa mendorong harga minyak mencapai $128 per barrel pada 2035.
Sekalipun harga minyak serempak di seluruh dunia, namun harga-harga gas alam beragam. Dengan produksi gas yang besar di AS, nantinya para konsumen dan perusahaan di AS membayar harga yang jauh lebih rendah dibandingkan di Eropa dan Jepang, yang harus mengimpor sebagian besar minyaknya.
Sumber : Vibiznews
0 komentar :
Posting Komentar